Goresan Rindu
Goresan
Rindu
Karya:
Gita Cahyaningtyas
Mulanya,
Gadis
mungil itu dengan binar bak bintang di malam purnama
Bulat
penuh, hitam berkilau dan mempesona
Dengan
langkah kecil malu-malu
Ia
mulai menapaki tanah rantau
Lambaian
tangan serta senyum penuh harap
Yang
kala itu terukir simetris dalam pahatan Sang Maha Pencipta
Kini
terombang-ambing di lautan asa
Kilaunya
mulai memudar
Ia takut
“Pulang,
pulang, pulaaang …”
Racaunya tiap malam
Tetes rindu menjalar hingga ke
ubun-ubun
Nanar lalu terisak
“Coba
hadap Rabb-mu”
Desau angin menerpa
Lalu
bersimpuh lah ia dalam do’a
Tengadahkan
tangan menuju kiblat-Nya
Tak
lama matanya memproyeksikan cerita:
Di suatu kota kecil
Saat senja mulai
meredupkan sinarnya
Tampak sepasang gadis
mungil mengaku tegar namun rapuh
Direngkuh
teramat lembut oleh seorang lelaki tampan paruh baya
Mereka berdendang cerita
Hingga tak lama,
Kerut kening sang lelaki
tercetak di wajah
Tampak letih tapi tak
putus asa
Ia dongengkan cerita
klasiknya
…”Aku dulu hampir berhasil Nak, hampir!
Mungkin dewi fortuna ku sedang berlayar saat
itu”…
Lalu ia terkekeh, dengan
mata menerawang, lanjutnya
…”Setiap manusia pasti akan tua dan mati
Tapi sebelum masa tuaku tiba dan ajalku
menghampiri,
Izinkan aku untuk melihatmu menggenggam semua
mimpi yang ada di kepala
kecilmu itu, putriku
Aku ingin melihatmu hidup dengan
semua realitamu
Aku ingin kau tampak di mata mereka
Aku tak ingin anak-anakku terutama
kau terlihat bukan apa-apa, sama sepertiku
Jadi, izinkan aku wahai putriku
Walau harus ku peras keringatku
Walau harus ku tahan lelahku
Walau harus ku pacu tubuhku
Tak apa sayang, aku rela
Ya, nak?”…
Seketika
mata itu redup
Sedu
sedan tertahan
Tak
kuasa bibir mengucap
Bak
sekat merekat kuat di kerongkongan
Hanya
bulir demi bulir tetes mewakili pilunya
Tersentak
lalu ia usap kasar pipi gembilnya
Ia
sudahi do’anya
“Aamiin”
dan
berdiri tegap
Tekadnya
kuat
Pantulan
wajah bulatnya meneriakan pengorbanan
Ini
demi mereka, terutama lelaki paruh baya kesayangannya
Kelak
akan ia cetak kertas putih dengan namanya
Bersanding
toga dan title kebanggaan
Dalam
hatinya,
“Sehat selalu wahai
kalian kesayangan,
akan aku bayar tiap
tetes keringatmu
Aku disini
Tunggu aku di peraduan
Segera.”
Teruntuk kedua orang-tuaku
Terkhusus
Bapak tercinta
Palembang,
18 Januari 2016
21:13
WIB
0 komentar :
Posting Komentar